Rabu, 19 Februari 2014

Curug Malela Niagara Kecil Indonesia


Ingin lihat miniatur air terjun Niagara yang ada di Amerika Serikat, coba Anda sempatkan datang ke Curug Malela yang berada di Kab. Bandung Barat Kec. Rongga Desa, Cicadas. Yup, karena penampilannya memang sedikit mirip dengan Air Terjun Niagara di negeri Paman Sam.


Berbeda dengan air terjun Niagara yang sengaja dibentuk oleh tangan manusia, Curug Malela ini terbentuk oleh proses alami yang terjadi selama jutaan tahun yang lalu. Curug Malela ini berada pada aliran sungai yang mengalir dari Ciwidey melalui sungai Cidadap yang selanjutnya bermuara di Cisokan. Curug Malela berada pada relief terjal plateau Rongga. Dimana relief tersebut membentuk lembah-lembah terjal dengan kemiringan lebih dari 100% atau dengan sudut kemiringan lebih dari 45 derajat.

Syahdan, keberadaan relief terjal plateau inilah yang membuat medan tempuh untuk sampai di Curug Malela sedikit melelahkan karena medannya berupa lereng lereng bukit . Dilihat dari morfologi batuannya Curug ini menunjukkan bebatuan besar yang sangat keras dengan dinding-dinding tegak yang licin.

Bebatuan yang ada tersebut selanjutnya mendapat pergeseran secara signifikan yang dipengaruhi lempeng lokal pada jutaan tahun yang lalu. Maka terbentuklah Curug Malela dengan ketinggiannya yang mencapai sekitar 70 m dan lebar sekitar 100 m dan beberapa curug lainnya yang berada di daerah aliran sungai cidadap tersebut. Relief terjal plateau membuat panorama keindahan alam begitu mempesona. Di mana lanskap yang terbentuk dari relief tersebut menjadikan pemandangan indah dengan rimbunnya pepohonan berdaun hijau.

Rangkaian Tujuh Air Terjun
Curug Malela merupakan air terjun paling atas dari rangkaian tujuh air terjun sepanjang 1 km. Urutannya adalah Curug Malela, Curug Katumiri, Curug Manglid, Curug Ngebul, Curug Sumpel, Curug Palisir dan ditutup dengan Curug Pameungpeuk. Semua terletak di desa Cicadas, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat.

Setiap air terjun tersebut memiliki kekhasan tersendiri. Curug Malela memiliki air terjun yang terpisah saat jatuh dengan lima jalur yang ada. Curug Katumiri pada pukul 08.00-09.00 WIB bisa memperlihatkan pelangi di badan air terjun. Curug Ngebul adalah kebalikan dari Curug Malela, yaitu air yang jatuh justru berkumpul sehingga menimbulkan efek kabut dan suara yang menggelegar.

Curug Manglid memiliki goa di belakang air terjunnya. Curug Sumpel memiliki daerah di bawah air terjun yang lebar meski terlihat sempit dari kejauhan. Curug Palisir mirip Curug Malela meski dengan ketinggian yang lebih rendah. Terakhir, Curug Pameungpeuk adalah air terjun dengan muara antara Sungai Cidadap dan Cisoka yang terletak tidak jauh dari air terjunnya.

Kawasan Curug Malela sudah menjadi objek wisata kota Bandung dan Cianjur bahkan terkenal hingga luar kota. Tak lupa disarankan bila mengujungi Curug Malela tidak pada saat musim hujan, bersikap ramah dengan warga setempat dan membawa kendaraan pribadi karena disana tidak terdapat kendaraan umum.

Pantai Plengkung G-Land


Ingin berselancar? beberapa pantai di Indonesia terkenal dengan surganya para peselancar. Sebut saja pantai - pantai yang ada Bali, ombak Bono di Sungai Kampar dan pantai lainnya. Namun selain nama-nama di samping ada sebuah pantai di kawasan Banyuwangi yang ombaknya tak kalah menantang.

Pantainya sudah terkenal di mata para peselancar mancanegara. Nama pantainya adalah Plengkung atau lebih terkenal dengan sebutan G-Land yang berada di di Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur. Konon kabarnya G-Land ini memiliki ombak terbesar dan tertinggi kedua di dunia serta terpanjang di dunia. Dan menjadi salah satu yang terbaik dengan ombak setinggi 4-6 meter sepanjang 2 Km dalam formasi 7 gelombang bersusun.

Ombaknya No 2 Setelah Hawai
Ombak di Plengkung ini adalah nomor dua setelah Hawaii dan yang memiliki ombak terus menerus sepanjang tahun. Bagi para surfer, bulan Juli-September adalah waktu terbaik untuk mengunjungi pantai G-Land. Saat itu, ombak di pantai ini sedang bagus-bagusnya. Ombak di pantai ini terbagi menjadi 3 tingkatan, yaitu Kong Waves (tinggi ombak mencapai 6-8 meter), Speedis Waves (5-6 m), dan Many Track Waves (3-4 m). Tidaklah mengherankan lantaran ombaknya yang begitu menantang, di tempat ini pernah diadakan lomba selancar internasional Quicksilver Pro Surfing Championship pada 1995, 1996, dan 1997.

Sebutan G-Land diberikan oleh penemunya karena wilayah ini menyerupai huruf G bila dilihat dari atas, kebetulan saat ditemukan pertama kali, penemunya sedang dalam perjalanan terbang dengan pesawat terbang diatas G-Land. Selain itu nama G-Land ini juga mengindikasikan dari kata Grajagan, yaitu nama dari sebuah teluk.

Nah, orang pertama yang mempopulerkan pantai dan ombak ini di Pantai Plengkung adalah Bob Laverty dan Bill Boyum di tahun 1972. Kemudian mereka mendirikan surf camp di sana dan akhirnya dikenal luas peselancar kelas dunia dari berbagai negara. Berikutnya, Bobby Radiasa seorang peselancar dari Bali , mengembangkan surf campdan mengelolanya hingga saat ini.

Pantai Plengkung selain bagus untuk surfing juga memiliki kombinasi tiga warna. Pantai G-Land mempunyai kombinasi tiga warna, yaitu putih, biru, dan hijau. Pemandangan tersebut akan terlihat dari laut. Sungguh pemandangan yang berbeda dari Bali atau pun Hawaii. Kalau Hawaii dan Bali, dibelakang pantainya itu gedung-gedung. Namun G-Land ini dilatarbelakangi oleh hutan yang hijau.

Sumber:
http://www.goindonesia.com/id/indonesia/jawa/banyuwangi/obyek_wisata/kegiatan_wisata/pantai_plengkung_g_land

Tidak ada komentar:

Posting Komentar